Kedatangan
Abiseka Raja Majapahit Bali Sri Wilatikta Tegeh Kori Krena Kapakisan XIX, Dr.
Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna ke Sulawesi Barat, khususnya di Mamuju,
bukan tanpa alasan. Demikian halnya saling muhibah antara bangsawan Kerajaan
Mamuju dengan kerajaan di Bali di acara-acara kerajaan. Misalnya perayaan hari
jadi Mamuju beberapa saat lalu. Keduanya ada hubungan kesejarahan. Walau
hubungan Bali dengan Mandar bukan hal ‘luar biasa’, di sisi lain tak banyak
yang tahu, hubungan tersebut menjadi terkenal sebab adanya kekerabatan
bangsawan Kerajaan Mamuju dengan kerajaan di Bali. Berikut hubungan Kerajaan
mamuju dengan kerajaan Bali yang di ambil dari lontara mandar yang telah di
transliterasi ke bahasa indonesia
“Satu ketika, datanglah
bangsawan dari Bali dengan puterinya yang cantik bernama Meraarappuang.
Diberitakan oranglah kepada Raja Mamuju. Kata Raja Mamuju, pergilah lihat dan
cari akal agar ia tidak boleh pulang! Maka pergilah orang yang disuruh raja.
Setiba di sana, ia mengatakan: mari kita masuk di sungai! Maka masuklah perahu
bangsawan Bali itu ke Sungai Mamuju. Setelah perahu itu di sungai, pergilah
raja Mamuju ke perahu bangsawan Bali itu. Setiap saat Raja Mamuju ke perahu
itu, terutama di waktu malam. Setiap malam jugalah pengawal Raja Mamuju secara
diam-diam menimbun batu dan pasir di muara sungai bersama rakyat Mamuju. Ketika
bangsawan Bali itu pamit pada raja Mamuju untuk pulang ke Bali, paginya ia
lihat muara sudah tertutup dengan pasir (sekarang digelar Bone Tangnga ‘Pasir
Tengah’). Perahu bangsawan Bali itu tak boleh pulang, akhirnya ia tinggal di
Mamuju. Tak berapa lama, kawinlah raja Mamuju denga putri bangsawan Bali itu.
Menjelang beberapa lama sesudah kawin iapun mengidamlah. Yang diidamkannya
adalah tiram dan mulailah di sini orang Mamuju makan tiram. Dia idamkan juga
buah-buahan. Sementara ia hamil, pulanglah ia ke Bali. Tak lama di Bali,
lahirlah anaknya laki-laki, kembar dengan parang, yang diberinya nama Lasalaga.
Setelah besar anak Mamujunya, wafatlah ayahnya. Maka pergilah orang Mamuju ke
Bali untuk mengambil anak rajanya. Setiba di Bali, tak berhasil mereka
membawanya pulang karena orang Bali tak mau berikan. Pulanglah orang Mamuju
dengan hampa tangan. Setiba di Mamuju rusaklah Mamuju, karena anak.
Mamujunyalah yang jadi raja. Daerah kacau, paceklik terjadi. Kembalilah orang
Mamuju ke Bali untuk menjemput anak rajanya dengan membawa Sakkaq Manarang
yang pandai besi. Dia tidak mau ke Mamuju, karena tidak diluaskan oleh orang
Bali. Maka orang Mamuju bilang, kalau tak boleh ke Mamuju tak apalah, hanya
kami ingin tidur bersama dengan anak raja kami di perahu malam ini, karena
besok kami pulang. Setelah anak raja itu turun ke perahu, Sakkaq
Manarang naik ke darat mengebor/melubangi semua perahu yang ada. Subuh
hari, berlayarlah orang Mamuju dengan membawa anak rajanya pulang ke Mamuju.
Orang Bali berusaha mengejarnya tapi sia-sia karena perahunya bocor semua. Tiba
di Mamuju, dialah yang jadi raja. Karena ia tak tahan melihat orang Mamuju yang
keterlaluan, pulanglah ia ke Bali kembali. Setiba di Bali, kerjanya hanya
memerangi/menyerang kerajaan lain, dikalahkannya Sassa. Pulanglah ia ke Gowa.
Didengarlah oleh orang Mamuju bahwa dia di atas (di daerah Gowa), maka
berkumpullah orang Mamuju yang tak tahan lagi karena Mamuju saat itu negeri
kacau-balau, rakyatnya bunuh-membunuh. Disepakatilah dia dijemput. Setiba
di sini (Mamuju), ia kawin dengan sepupu sekalinya. Kerjanya di Mamuju dia
menyerang kerajaan/negeri yang lain. Dikalahkannya Kuri-Kuri, dan rakyat satu
daerah/kampung Kuri-Kuri jadi pengawal (joaq). Orang Alukalulah yang
jadi orang Bone-Bone, orang Kuri-kuri yang jadi Kasiba. Raja Mananggalalah yang
jadi Paqbicara, dialah jadi Pue Tokasiba, karena dia mengikuti
budaknya dari Kuri-kuri sehingga masuklah atau menjabatlah Pue Tokasiba.
Puatta di Mamuju ke Kalumpang mengadakan perjanjian dan dialah yang mengalahkan
Ringgi dan Bunu-Bunu. Sesuai perjanjian Kalumpang, Tanah Mamuju mulai Pembuni
sampai ke ujung batas tanah Mamuju, Lalombi, dan sampai ke Lebaniq di seberang
sungai Simboroq, di Siruma. Tanah Kaililah di sebelah tanah/daerah
Mamuju di arah matahari terbit sampai bertemu tanah di Kaili. Di
arah matahari terbit, berbatasan dengan Luwuq.